Minggu, 17 Februari 2013

Kubur Batu Nuabari, Warisan Kebudayaan Megalitikum di Flores

Nuabari. Tidak banyak yang mengetahui nama perkampungan ini. Nama Nuabari berasal dari seseorang yang bernama Bari yang di anggap menjadi penghuni pertama dari kampung tersebut. Nua berarti kampung maka Nuabari berarti Kampung Bari. Kampung Nuabari berjarak kurang lebih 52 km arah selatan kota Maumere dan dapat di tempuh kurang lebih 1-2 jam dari Kota Maumere dengan menggunakan mobil atau sepeda motor.
Nuabari letaknya di Desa Lenandareta, Kecamatan Paga, Kabupaten Sikka-Flores, NTT.  Di Kampung Nuabari terdapat banyak  kuburan manusia dibuat dari batu. 
Sudah menjadi tradisi warga setempat, mengambil batu dari kali untuk dijadikan kuburan bagi sanak saudara yang meninggal. Penduduk setempat membuat kuburan dari batu jauh hari sebelum seseorang meninggal. Ketika masih hidup kubur sudah disiapkan terlebih dahulu. Persiapan kubur ini adalah tradisi yang masih bertahan hingga sekarang.
Batu yang diambil dari kali, dipikul dengan berjalan kaki sepanjang 3-4 km. Pengerjaan batu di suatu lokasi yang jauh dari Desa. Setelah selesai dikerjakan akan dibawa ke Desa dengan upacara adat. Tradisi memahat batu untuk tempat menguburkan mayat dikerjakan dengan alat sederhana. Walaupun begitu,  kerja gotong royong dapat menyelesaikan pemahatan batu.
Setiba di rumah,  batu itu dimasukan sebatang pisang. Ada larangan agar tak boleh membiarkan kubur batu itu dalam keadaan kosong hingga pemilik kubur meninggal dunia. Jika kubur ditinggalkan kosong maka manusia yang berumur muda akan menjadi korban. Seorang muda dari anggota dalam satu pohon keluarga akan mati mendadak lantaran kubur tak terisi dengan batang pisang.
Bila seorang anggota dari keluarga meninggal maka jenazah dimasukan dalam kuburan batu dengan posisi sebagaimana layaknya janin bayi saat masih dalam kandungan ibu. Kubur itu ditutupi dengan batu lempeng ceper pada permukaannya. Untuk menghindari tak tercium rasa bau dari mayat, batu ditempeli abu dapur dicampuri dengan air tuak putih dari pohon aren sebagai bahan perekat.
Biasaya kuburan batu diletakan persis di halaman depan rumah tinggal keluarga. Mayat dibiarkan hingga daging dan bagian usus menjadi hancur. Kemudian kubur dibuka lagi untuk mengambil tulang-tulang dan dicuci dengan air. Kesempatan ini digunakan untuk memperlihatkan tulang-tulang kepada anggota keluarga yang tidak menghadiri upacara penguburan.
Namun, bagi keluarga yang belum mampu melaksanakan upacara adat maka jenazah dikebumikan dalam rumah. Keluarga menggali tanah dalam rumah untuk menguburkan mayat. Kalau keluarga berduka sudah menyiapkan segala keperluan adat kematian maka kubur digali untuk mengambil tulang-tulang dan selanjutnya dimasukan ke dalam peti yang terbuat dari batu itu.







2 komentar:

  1. Apakah adat kebiasaan ini masih berlaku sampai sekarang ? Dan apakah hanya berlaku untuk masyarakat dari kalangan atas atau keturunan Raja ?

    BalasHapus
  2. Setau saya kebiasaan ini masih tetap ada sampe skarang. Tidak hanya untuk keturunan raja tapi untuk semua.memang ada beberapa yg sdh tidak lagi menggunakan kubur batu.

    BalasHapus